1.
UMMU HABIBAH BINTI ABU SUFYAN r.a
* Tentang Ummu Habibah binti Abu Sufyan r.a
Ayah Ummu Habibah adalah Bangsawan Quraisy Abu Sufyan bin Harb bin Umaiyyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf. Sedangkan ibunya adalah Shafiyah binti Abu Al-Ash.
Beliau
menikah pada tahun 7 H . Yang menikahkan beliau dengan Rasulullah adalah Khalid bin Sa’id bin Al-Ash pamannya. Mahar dari Rasulullah untuk Ummu Habibah dari mahar para
istri yang lain yaitu uang sebesar 400 dinar. Hal ini terjadi karena yang
membayarkan mahar tersebut adalah Raja An-Najasy dari Etiopia.
Ketika
dinikahi Rasulullah, Ummu Habibah adalah janda dari Ubaidillah
bin Jahsy yang mati murtad. Usia
Habibah saat itu adalah 21 tahun. Beliau memiliki seorang putri dari Ubaidillah
yaitu Habibah.
Ummu
Habibah hidup dengan Rasulullah selama ± 3 tahun. Beliau wafat pada tahun 44 H di usia 56
tahun. Imam Sholat jenazahnya adalah Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan.
* Keistimewaan Ummu Habibah binti Abu Sufyan r.a
1.
Ummu Habibah bermimpi menjadi Ummul Mu’minin
Ummu Habibah Radhiyallahu Anha berkata,
“Dalam tidurku,
aku bermimpi melihat suamiku, Ubaidillah bin Jahsy, dalam wajah yang paling
jelek. Pada pagi harinya, ternyata ia masuk Kristen. Aku ceritakan mimpiku
kepadanya, namun ia tidak memperdulikannya dan suka minum minuman keras hingga
meninggal dunia. Setelah itu, seseorang datang kepadaku dalam mimpiku dan
berkata, ‘Wahai Ummul Mukminin.’ Aku kaget. Ketika masa iddahku habis, aku
tidak merasakan apa-apa, ternyata utusan An-Najasyi meminta izin masuk kepadaku
kemudian menyebutkan lamaran Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam kepadaku
melalui An-Najasyi.”
(HR. Al Hakim di Al-Mustadrak)
2.
Ayat Allah turun saat pernikahan Ummu Habibah
“Mudah-mudahan
Allah menimbulkan kasih sayang antara kalian dengan orang-orang yang kalian
musuhi di antara mereka dan Allah Maha kuasa dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS. Al-Mumtahanah: 7)
Ummu Habibah adalah putri musuh Rasulullah, oleh sebab
itu dengan menikahi beliau, Rasulullah berharap dapat meluluhkan hati Abu
Sufyan.
3.
Ummu Habibah Mengutamakan Rasulullah di atas Ayahnya
Az-Zuhri yang berkata,
“Abu Sufyan masuk ketempat putrinya Ummu Habibah. Ketika Abu Sufyan
hendak duduk duduk di kasur Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, Ummu Habibah
melipat kasur tersebut. Abu Sufyan bin Harb berkata, ‘Putriku, apakah Engkau
lebih mencintai kasur ini daripada aku atau lebih mencintai aku daripada kasur itu? Ummu Habibah berkata, ‘Itu kasur
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sedangkan Engkau orang najis dan
musyrik’.” (Ibnu Al-Jauzi: Shifatush Shafwah)
4.
Ummu Habibah sangat Mencintai Sunnah
Kecintaan Ummu Habibah kepada sunnah-sunnah Rasulullah
tampak dari kesaksian Zainab putri Ummu Salamah. Ketika Abu Sufyan, ayah Ummu
Habibah telah meninggal dunia
lebih dari tiga hari, Zainab binti Abu Salamah
menjenguk Ummu Habibah yang sedang diolesi minyak wangi oleh budaknya. Ummu
Habibah kemudian berkata
kepada Zainab,
“Aku mendengar
Rasulullah bersabda, ‘Tidak halal bagi wanita beriman untuk berkabung lebih
dari 3 hari kecuali atas kematian suaminya, maka masa berkabungnya adalah
selama 4 bulan 10 hari” (HR. Bukhari)
5.
Ummu Habibah Tidak pernah meninggalkan shalat Rawatib
“Aku dengar Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
‘Barangsiapa mengerjakan Shalat dua belas raka’at sehari semalam, rumah di
surga dibangunkan untuknya karena shalat-shalat tersebut.’ Ummu Habibah
berkata, ‘Aku tidak meninggalkan shalat-shalat tersebut sejak aku mendengarnya
dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam’.” (HR. Muslim dari Ummu
Habibah)
6.
Pujian Aisyah atas Sifat Wara’ Ummu Habibah
Aisyah Rhadiyallahu
Anha berkata,
“Ketika Ummu
Habibah, hendak meninggal dunia, ia memanggilku dan berkata, ‘Sungguh telah
terjadi pada kita apa yang biasa terjadi pada sesama istri madu. Mudah-mudahan
Allah mengampuni itu semua dan aku menghalalkanmu dari itu semua.’ Aku berkata, ‘Engkau telah menggembirakanku,
mudah-mudahan Allah menggembirakanmu.’ Ummu habibah juga mengirim orang kepada
Ummu Salamah dengan membawa pesan yang sama.” (HR. Al-Hakim, Ibnu Al-Jauzi, dan Ibnu
Sa’ad)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar